Senin, 29 Maret 2010

pembinaan potensi beragama

FAKTOR - FAKTOR MANUSIA BERAGAMA

Posted by b_rotten in Nov 09, 2009, under Uncategorized

Manusia memiliki bukti makhluk yang memiliki potensi hidup beragama, bukti tersebut dapat kita lihat melalui bukti histories dan antropologis. Melalui bukti-bukti tersebut kita bisa mengetahui bahwa manusia zaman batu dulu yang tidak mengenal informasi mengenai Tuhan, mereka benar-benar mempercayai Tuhan walaupun itu hanya sebatas khayalan. Tuhan yang mereka gambarkan adalah bersifat wujud atau benda seperti batu, pohon, matahari, patung. Benda-benda tersebut menggambarkan kekuatan spiritual bagi mereka, bisa disebut dinamisme. Sedangkan yang mereka anggap suci lainnya seperti ruh dan jiwa disebut animisme. Dari sekian penjelasan diatas kita dapat menguraikan dugaan sementara bahwa agama itu adalah rasa takut, bisa disebut agama itu seperti jiwa atau ruh manusia yang memiliki rasa takut yang tinggi. Dan saat ini kita juga bisa mempelajari faktor-faktor manusia beragama. Ada 3 faktor yang mempengaruhi manusia beragama. Dari 3 faktor yang saya uraikan masih ada 2 faktor lagi, karena menurut saya 3 faktor tesebut menjadi landasan manusia untuk beragama.

Ada 3 faktor yang melatarbelakangi manusia beragama dan alasan secarasingkat dan dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Fitrah Manusia
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan ditegaskan dalam ajaran Islam yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama, oleh karena itu wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang amat sejalan dengan fitrahnya itu. Potensi fitrah yang terdapat pada manusia dianalisis dari istilah insan yang berarti manusia y ang menerima pelajaran dari Tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya. Adapun tokoh atau bisa juga disebut filosof dan ilmuwan bernama Carld Gustave Jung yang mengemukakan potensi (fitrah) beragama percaya bahwa agama termasuk hal-hal yang memang sudah ada didalam bawah sadar secara fitri dan alami. Selanjutnya William James, mengemukakan bahwa benar pernyataan hal-hal fisis dan material dibuktikan dengan adanya banyak perbuatan manusia tidak sesuai dengan perhitungan-perhitungan material. Dari uraian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa manusia memiliki potensi beragama dan dalam potensi beragam itu manusia memerlukan pembinaan, pengarahan dan pengembangan untuk mengenalkan agama padanya.

2. Kelemahan dan Kekurangan Manusia
Manusia memiliki dua sisi yaitu kelebihan dan kekurangan, hal ini diungkapkan kata al-nafs. Nafs diciptakan Allah SWT dalam keadaan sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan itu dalam pengertian dari Quraish Shihab. Pengertian nafs dari kaum sufi adalah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilajku buruk. Nafs berpotensi positif dan negatif , hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat daripada daya tarik kebaikan. Sifat-sifat yang cenderung kepada keburukan yang ada pada manusia itu. Untuk menjaga kesucian nafs manusia harus selalu mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama.

3. Tantangan Manusia
Tantangan manusia terdapat dalam diri manusia yang datang dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikian setan. Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dan Tuhan. Adapun mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga ,dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Godaan dan tantangan hidup demikian mampu membuat manusia sadar bahwa tanpa agama manusia akan tersesat dalam limbah busuknya kehidupan.
KESIMPULAN
Dari sekian uraian yang dijelaskan diatas saya sedikit menarik hipotesis, dimana manusia memiliki jiwa atau ruh yang terdapat didalam bawah sadar untuk menggugah dirinya sendiri untuk membangun fondasi yang muatannya berupa agama serta tiangnya berupa iman. Seperti yang saya terangkan diatasa bahwa kenyataan manusia memiliki fitrah keagamaan ditegaskan dalam ajaran Islam yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia atau potensi beragama. Dan oleh sebab itu Nafs diciptakan Allah SWT dalam keadaan sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan dan untuk menjaga kesucian nafs, manusia harus selalu mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama. Kita bisa menekan sisi negatif nafs maka kita bisa menjauh dari godaan, tantangan hidup demikian mampu membuat manusia sadar bahwa tanpa agama manusia akan tersesat dalam limbah busuknya kehidupan.

pengajaran hubungan Islam Universal dan Islam Lokal

Islam Universal dan Islam Lokal dalam Proses Pendidikan

>> Wednesday, June 17, 2009

A. Pendahuluan
Dengan memandang pesantren dari luar, maka menghubungkan pesantren dangan istilah modern seolah mejadi sesuatu yang ambigu. Bagaimana tidak, di dalam benak kepada kita untuk mendefinisikan mengenai istilah pesantren justru terkenal sebagai lembaga tertua di Indonesia selalu teridentikkan dengan kata tradisional. Kata ini kemudian include dengan istiah kampung, kuno dan tentunya tidak modern. Nah, perilaku para kyai dan santri seperti inilah merupakan suatu ikhtiyat dalam menerima masuknya gelombang budaya baru. Kemudian realitas seperti ini , diterapkan sampai pada perilaku terkecil, seperti tidak diperkenankannya seorang santri mendengarkan radio, televisi, juga jarangnya ada buku-buku umum, majalah, komik. Semacam seolah makin mengukuhkan keterbelangan pesantren dengan modernitas .
Pesantren adalah dua sendiri dan modernitas adalah dunia lain. Tapi apa benarkah hubungan keduanya memang terpisahkan oleh tembok seperti itu? Dalam sejarah pendidikan Islam secara universal kita akan mencoba untuk melakukan analisis untuk menjawabnya kemudian kesimpulan itu kami deduksikan dalam proses pendidikan Islam lokal di Indonesia dan mengambil sampel pesantren untuk mencari hubungan yang ada.


B. Pembahasan
1. Proses Pendidikan Islam Universal
Menyoroti asal usul pendidikan Islam haruslah disertai dengan pemahaman tentang motivasi awal proses belajar mengajar yang dilakukan kaum muslim sepanjang sejarah dengan penekanan pada periode awal. Sebagai bukti terdapat kaitan erat antara belajar dan penggerak utamanya. Ketika Islam sebagai suatu agama menempatkan ilmu pengetahuan pada status yang sangat istimewa. Allah akan meninggikan derajat mereka yang beriman diantara kaum muslim dan mereka yang berilmu .
Penggerak utama dari wahyu inilah yang sangat memotifasi muslim dalam belajar. Selain itu mereka belajar juga dalam rangka mengembangkan fitrah mereka. Ini berpedoman bahwa pendidikan Islam secara universal yaitu bahwa manusia dilahirkan secara fitrah (HR. Muslim), karena itu pengembangan fitrah-fitrah harus dilakukan dengan ajaran agama Islam (wahyu) sebagaimana dalam QS: an-Nahl:89 .
Proses perkembangan pendidikan islam secara universal pada masa Islam klasik abad pertengahan memperlihatkan adanya transformasi dari masjid ke madrasah. Selanjutnya setelah masa kejumudan pada abad ke-19 banyak negara Islam melakukan modernisasi sebagai akibat dari pengaruh Barat.
Pembaharuan dan modernisasi pendidikan Islam dimulai di Turki. Semangat yang ada di Turki ini kemudian menular pada beberapa kawasan lainnya, terutama seluruh wilayah kekuasaan Turki Ustmani di Timur Tengah. Ada dua kebijakan fundamental yang dilakukakn terkait dengan pengelolaan kelembagaan pendidikan, yaitu pembentukan sekolah-sekolah baru sesuai dengan sistem pendidikan Eropa dan penghapusan sistem madrese dengan mengubahnya menjadi sekolah-sekolah umum.
Selain Mustafa Kemal Ataruk, di Mesir Muhammad Ali Pasya juga melakukan pembaharuan. Pembaharuan Ali Pasya ini berlanjut hingga ke Gamal Abdul Naser yang menghapuskan sistem madrasah dan kuttab.
Bentuk modernisasi dalam Islam membentuk polar sendiri, di sisi lain ada suatu gerakan yang mengatasnamakan pembaharuan. Islam yang menyebar keseluruh dunia bercambur dengan budaya lokal mulai dimasuki oleh tradisi, pemikiran, ideologi, dan mazhab baru yang muncul sebagai proses dialektika kesejarahan manusia modern, ada sejumlah umat yang merasa Islam sudah dikotori oleh faktor eksternal (sesuatu di luar Islam). Yang pada gilirannya memunculkan gerakan pemurnian yang mengarah pada pemberantasan terhadap tradisi keberagamaan masyarakat.

Watak seperti ini sejatinya mencerminkan betapa Islam sebagai agama tidak boleh dimasuki paham-paham lain di luar Islam. Karena itu, tokoh-tokoh seperti Ibnu Taimiyah dan Muhammad Ibn Abd al-Wahhab gencar melakukan pemurnian Islam dalam jargon pembaruan Islam. Paham seperti ini terus mengeksiskan diri dalam bentuk gerakan baru, gerakan baru ini memetakan bentuk-bentuk pendidikan dan lembaga pendidikan yang didirikan oleh para organisasi pembaharuan tersebut.
2. Proses Pendidikan Islam Lokal
Masyarakat Indonesia dengan tingkat kemajemukan sangat tinggi baik etnik, budaya, ras, bahasa, dan agama merupakan potensi sekaligus ancaman. Secara spesifik pendidikan agama di tuding telah gagal menjalin keragaman melalui pendidikan yang melampui sekat-sekat agama. Pendidikan agama seharusnya dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengembangkan moralitas universal yang ada dalam agama-agama.
Padahal keragaman sosial budaya, ekonomi dan aspirasi politik dan kemampuan ekonomi adalah suatu realita masyakarat dan bangsa indonesia. Namun demikian keragaman tersebut yang seharusnya menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan filsafat, teori, visi, pengembangan dokumen, sosialisasi kurikulum dan pelaksanaan kurikulum nampaknya belum dijadikan sebagai faktor yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan di negara kita.
Dalam tingkat lokal di Indonesia, pendidikan Islam mengalami pergeseran sebagai akibat dari kolonialisme dan kontak dengan budaya luar. Pemerintah kolonial Belanda di Indonesia mendirikan volkschoolen , walaupun sekolah ini kebanyakan gagal karena tingginya angka putus sekolah dan mutu pengajaran yang amat rendah, tapi banyak kalangan pesantren di Jawa yang akomodatif terhadap modernisasi semacam itu.Sikap akomodatif itu dikarenakan:
1. Sekolah rakyat dalam kenyataannya telah melahirkan sebagaian masyarakat pribumi menjadi terdidik.
2. Untuk menimbangi dan menjawab kolonialisme dan kristenisasi.
3. Beberapa kalangan tradisional pesantren mengambil sikap akomodatif dengan mendirikan madrasah di dalam pesantren.
Kemudian karena kontak intellektual dari luar terutama Timur Tengah banyak yang mendirikan Organisasi-organisasi Islam seperti NU, Muhammadiyyah, Persis, Mathla’ul Khoir dan sebagainya yang banyak mendirikan lembaga-lembaga pendidikan modern yang kebanyakan dari lembaga tersebut adalah lembaga kombinasi antara model pendidikan Barat dan Islam .
3. Analisa
Determisme historis telah membentuk suatu gerakan demi mewujudkan kembali kejayaan Islam. Hal ini mengacu pada cerita sukses Islam sebagai agama kosmopolit sejak zaman Nabi saw, Dinasti Umayyah, Dinasti Abasiyah, dan Turki Utsmani. Meskipun globalisasi wilayah Islam tidak lagi seperti pada zaman keemasannya, dengan sistem kekhalifahan Islam (nizham al-Islam) dari semenanjung Arab hingga daratan Eropa, kini memori sejarah itu telah memberikan motivasi kuat untuk melakukan perubahan menuju Islam global dalam bentuknya yang paling ekstrem melalui penaklukan doktrinal. Yakni, memberikan justifikasi teologis bahwa model dan cara beragama masyarakat muslim di wilayah non-Arab sebagai tidak asli dan tidak murni. Tak heran jika Islam selalu didakwahkan dalam terminologi ‘Islam Kafah’ untuk menjustifikasi agenda puritanisme. Sehingga, ketika ditemukan ajaran-ajaran agama lokal dianggap sebagai sinkretis, tidak beradab, antikemajuan, kumuh, dan tidak otentik. Karena itu, yang dilakukan adalah mengganti seluruh ritual lokal menjadi ritual Islam. Tak heran jika praktik seperti ini disebut Islam global .
Gerakan pembaharuan yang berkiblat dari Mekkah telah melahirkan suatu gerakan besar di Indonesia. Sekembalinya dari Arab mereka menjustifikasi budaya lokal yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam, mereka mendirikan lembaga pendidikan yang bernuansa seperti diatas dan mengajarkan doktrin-doktrin mereka. Apa yang mereka maksud sebetulnya baik tapi melahirkan efek negatif seperti yang dikemukakan Samsul Ma’arif bahwa; bentuk pendidikan semacam itu pada akhirnya hanya mengantarkan murid-muridnya memiliki cara pandang yang sempit dan eklusif alias picik. Karena memang dalam proses pendidikannya tidak di ajarkan untuk berbeda pendapat lebih-lebih untuk menggali nilai-nilai perbedaan dalam agama, budaya dan etnik .
Satu kelompok lagi yang terjebak realisme praktis yaitu; kelompok yang mengatasnamakan modernisasi. Mereka ini umumnya adalah orang-orang yang telah mendapatkan pendidikan di Barat dan ingin mencontoh kemajuan di Barat. Sama seperti kelompok yang pertama, kelompok yang ini juga ingin merombak kembali pemahaman atas Islam tapi bukan kembali ke belakang tapi lebih maju ke depan yaitu dengan modernisasi ala Barat. Dua mainstream pendidikan seperti di atas sangat mewarnai pendidikan Islam di Indonesia.
Mencari autentisitas Islam menjadi sangat sulit dan bahkan tidak mungkin mengingat pluralitas pengalaman, tantangan, dan problem yang dihadapi umat manusia di zaman dan tempat yang berbeda. Dalam konteks inilah, Islam sebagai agama telah mengalami historisasi sesuai dengan karakter penganutnya (umat manusia) yang hidup di dalam alam kesejarahan. Sehingga, jargon kembali kepada generasi Salaf (Alquran dan Hadis) mesti ditafsir ulang sesuai dengan konteks zamannya. Dengan demikian, benturan antara Islam sebagai agama global, universal, kosmopolit dan lokalitas, bukan dalam pengertian penaklukan terhadap tradisi keberagamaan masyarakat lokal. Melainkan, melakukan akomodasi positif dalam tiga arah, antara agama pendatang (Islam), moderisasi Barat dan agama lokal. Inilah yang mesti menjadi karakter Islam di Indonesia dalam setiap perubahan zaman, sehingga aspek-aspek lokalitas dan yang pribumi dapat menjadi bagian dari praktik keberagamaan masyarakat di mana pun berada.
Pendidikan Islam yang lokalis, yaitu yang mengakomodir kebijaksanaan budaya lokal serta berwawasan global adalah perlu agar tidak terjerembab puritanisme dan tidak terlalu mengadah pada modernisme. Atau dengan kata lain act locally think globally. Sebagaimana pada masa awal Islam datang ke Indonesia yang bisa dnegan mudah diterima masyarakat. Islam di terima di Indonesia karena beberapa faktor terutama karena islam itu tidak sempit dan tidak berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah dituruti oleh segala golongan.Bahkan untuk masuk Islam cukup dengan kalimat syahadat.

C. Kesimpulan
Proses pendidikan Islam secara universal itu di mulai dengan pendidikan di masjid, suffah dan sebagainya. Kemudian pada masa pertengahan di mulailah dengan lebih sitematis dalam bentuk lembaga madrasah. Pada masa ini mencapai kejayaannya.
Kemudian setelah masa kemunduran, pada abad ke 19 muncullah gerakan pembaharu Islam yang ingin memperbaharui pendidikan Islam. Pembaharuan ini ada dua macam yaitu dengan mengadopsi sekularisme dan mencontoh kemajuan di Barat. Sedangkan yang satunya lagi ingin mengembalikan ke suasana pada masa kejayaan Islam dengan menghilangkan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran murni Qur’an dan Hadist.
Dalam ruang lingkup lokal keIndonesiaan, lembaga pendidikan Islam yang pertama yaitu pesantren dalam perjalanan awalnya adalah sebagai lembaga nomor satu di Indonesia, Kemudian setelah sekolah umum yang didirikan kolonial .

D. Penutup
Syah Waliyullah al-Dihlawi, pemikir Islam India mengemukakan pendapat lain tentang adanya Islam universal dan Islam lokal. Ajaran tentang Tauhid (pengesaan Tuhan) adalah universal yang harus menembus batas-batas geografis dan kultural yang tak dapat ditawar-tawar lagi. Sementara itu ekspresi kebudayaan dalam bentuk tradisi,cara berpakaian, arsitektur, sastra dan lain-lain memiliki muatan lokal yang tidak selalu sama. .
Proses pendidikan Islam universal terhadap kebudayaan lokal adalah kenyataan empiris yang dapat dilihat pada sejumlah ekspresi budaya. Adanya dua mainstream yang menolak ekspresi tersebut dan ada yang membantunya, pada dasarnya merupakan representasi dari adanya dua sikap dalam merespons dinamika hubungan antara Islam dengan lokalitas.
Eksrepsi lokalitas Pendidikan Islam di Indonesia terhadap Universalitas sangat beragam. Sehingga sutu golongan yang hanya menetapkan sumber al-Quran dan Hadist saja tidaklah cocok.. Indonesia majemuk, kaya budaya dan tradisi. Sepanjang tidak bertentangan, meski tidak disebut di dalam Al-Quran atau sunah, tidak apa-apa.

http://adzraiq.blogspot.com/2009/06/islam-universal-dan-islam-lokal-dalam.html


PENGAJARAN KONSEP DAN TEORI DALAM SEJARAH SOSIAL ORANG BERIMAN

PENGAJARAN KONSEP DAN TEORI DALAM SEJARAH SOSIAL ORANG BERIMAN

hjmjjghj

PENDAHULUAN

Selama berabad-abad umat Islam menguasai dunia dan selama berabad-abad pula Islam memberikan cahaya kedamaian dan kesejahteraan bagi umatnya, bahkan cahaya kebangkitan bangsa barat baik dari segi ilmu maupun tekhnologi sehingga bangsa barat keluar dari masa kegelapan menuju masa pencerahan (renainsanse). Namun, masa-masa kejayaan Islam yang pernah diraih dimasa Rasulullah SAW, masa Kulafaur-Rasyiddin, khalifah Umayyah, Abasiyyah dan disusul tiga kerajaan besar seperti Usmaniyyah, Mughal dan Safawi yang berhasil menguasai dua 2/3 dunia kini tinggal sebuah sejarah yang terukir indah dalam mimpi.Dalam sejarah pendidikan Islam, kita perlu mengetahui sejarah social orang beriman (muslim) guna memahami problematika yang terjadi sehingga dapat memberikan pengertiandan pemahaman bagaimana pengajaran sejarah itu seyogyanya dilakukan.

PEMBAHASAN

Pengertian Konsep dan Teori

Konsep adalah penyebutan semua ciri esensi suatu objek dengan mengesampingkan cirri aksidensinya.1 Konsep juga bisa diartikan sebagai pemikiran atau rencana dasar yang dijadikan acuan dalam menentukan sesuatu. Sedangkan teori adalah suatu konsep berfikir tentang suatu bidang-bidang kehidupan yang tersusun berdasarkan fakta yang saling berkaitan dan saling mendukung, sehingga membentuk pemikiran yang dapat teruji kebenarannya.2 Ada keterkaitan antara konsep dengan teori, sebab konsep merupakan langkah awal sebagai pijakan dalam membentuk suatu teori.

Sejarah Sosial Orang Beriman

Kata sejarah dalam bahasa arab disebut tarikh. Yang menurut bahasa, ketentuan masa. Sedang menurut istilah berarti keterangan yang telah terjadi di kalangannya. Pada masa yang telah lampau atau masa yang masih ada.3

Dalam bahasa Inggris sejarah disebut history yang berarti pengalaman masa lampau daripada umat manusia the past experience of mankind.4 Pokok persoalan sejarah senantiasa akan sarat dengan pengalam-pengalaman penting yang menyangkut perkembangan keseluruhan keadaan manusia. Oleh sebab itu menurut sayyid Qutub sejarah bukanlah peritiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa itu, pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.5

Secara umum sejarah mengandung kegunaan yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia. Karena sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi pertumbuhan serta perkembangan kehidupan umat manusia.6 Sumber utama ajaran Islam (al Qur’an) mengandung cukup banyak nilai kesejarahan, yang langsung atau tidak langsung mengadung makna yang besar, pelajaran yang sangat tinggi dan pimpinan utama, khususnya bagi umat Islam. Maka tarikh dan ilmu tarikh (sejarah) dalam Islam menduduki arti penting dan mempunyai kegunaan dalam kajian tentang Islam. Oleh sebab itu kegunaan sejarah meliputi dua aspek, yaitu Kegunaan yang bersifat umum dan kegunaan yang bersifat akademis.

Kegunaan yang bersifat umum. sejarah mempunyai kegunaan sebagai faktor keteladanan. Sedang yang bersifat akademis, kegunaan sebagai faktor keteladanan yang bersifat akademis. Kegunaan sejarah lain memberikan perbendaharaan perkembangan ilmu pengetahuan (teori dan praktek), juga untuk menumbuhkan perspektif baru dalam rangka mencari relevansi pendidikan terhadap segala bentuk perubahan dan perkembangan ilmu teknologi.

Kriteria sejarah

1. Tahun terjadinya jelas

2. Ada sumber(pelaku, saksi)

3. Lokasi (wilayah atau tempat)

4. Bukti (jika perlu) lebih baik berupa fisik

Sejarah dipelajari digunakan :

1. Sebagai ilmu

2. Sebagai motivasi

3. Sebagai pijakan untuk masa depan

Manfaat mempelajari sejarah bagi umat Islam

Untuk meneladani Rosul meliputi

Rekaman perilaku Rosul

Rekaman keteladanan Rosul

Rekaman perjuangan Rosul

Sebagai alat ukur sanad

Untuk mengetahui kandungan al-Quran dan hadist

Untuk mengetahiu rekaman peristiwa masa lalu baik sebelum islam maupun sesudah islam.

Periode Sejarah serta Prosesnya

Peradaban Islam dalam perkembangannya dibedakan menjadi dua istilah yaitu: Kebudayaan dan Peradaban. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat.7 Menurut Koentjara Ningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud.

1. Wujud ideal yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks, ide-ide, gagasan, nilai-nilai, dan norma.

2. Wujud kelakuan yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpa dari manusia dalam masyarakat

3. Wujud benda yaitu wujid kebudayaan sebagai benda – benda hasil karya.8

Peradaban biasanya dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang halus dan indah. Pembahasan sejarah perekembangan peradaban Islam yang sangat panjang dan luas itu tidak bisa dilepaskan dari pembahasan. Dalam proses peradaban Islam kita mengenal dua periode dalam peradaban Islam.

Periode Makkah; pada periode ini terdapat masa jahiliyyah dimana masyarakatnya masih menganut kepercayaan menyembah berhala.

Periode Madinah; periode ini diumulai ketika nabi hijrah ke Madinah. Dimana dalam periode ini tatanan masyarakatnya sudah terorganisir dengan baik sehingga memuncukan peradaban yang lebih maju.

Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting diantara penguasa dinasti Abbasiyah seperti Harun al-Rasyid dan Al-Makmun..

Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam. Untuk orang-orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing.

Masyarakat Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing masing.

Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Syiria, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.

Perpecahan politik pada masa Al-Makmun dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Islam. Setiap dinasti (raja) berusaha menyaingi Baghdad. Kalau sebelumnya Baghdad merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam, raja-raja dan Gubernur lainya pasca lemahnya Baghdad berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang diantaranya justru lebih maju.

Pengajaran Konsep Dan Teori Dalam Sejarah sosial orang beriman

Bentuk pengajaran konsep dan teori dalam sejarah sosial orang beriman bisa dilakukan dengan merumuskan konsep atau teori, yaitu :

1. Konsep dan teori dapat diajarkan dengan cara mengikuti proses membentuk atau merumuskan konsep itu, cara ini dapat disebut mereduksi ciri-ciri objek.

2. Konsep atau definisi dapat diajarkan dengan cara membandingkannya dengan koinsep-konsep lain yang berdekatan, dari perbandingan itu dapat diketahui perbedaan mendasar antara konsep satu dengan yang lainnya.

3. Deduksi tidak langsung, yaitu dengan cara menarik dan menerangkan sumber yang dijadikan sumber definisi.

4. Deduksi langsung, yaitu dengan menerangkan sumber deduksi itu. Cara yang sering digunakan adalah dengan menghafalkan rumusan definisi sudah dibuat orang lain, pengajarannya bisa dilakukan dengan mendikte siswa, kemudian mencatat dan menghafalkannya.9

Sedangkan tujuan dari pengajaran ini sendiri adalah agar peserta didik mengenal dan memahami latar belakang munculnya berbagai aliran dalam Islam, dengan memunculkan pendapat yang dijadikan labdasan.

KESIMPULAN

Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan :

1. Konsep merupakan rencana dasar sedangkan teori adalah konsep yang sudah teruji kebenarannya.

2. Dalam pengajaran konsep dan teori dalam sejarah teologi yang terpenting adalah cara penyampaiannya, sehingga mudah dipahami.

3. Dengan pengajaran konsep dan teori dalam sejarah sosial orang beriman dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : membandingkan, deduksi tidak langsung dan deduksi langsung.

4. Dengan pengajaran konsep dan teori dalam sejarah sosial orang beriman dapat membantu peserta didik dalam mengenal dan memahami tentang seluk-beluk sejarah Islam baik dari aspek politik, social, ekonomi maupun kebudayaan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995.

Effat Syarqawi, Filsafat Kebudayaan Islam, Pustaka, Bandung, 1986.

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas, Dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta, 1985.

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2000.

Munawar Kholil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, Bulan Bintang, Jakarta, 1969.

Sayyid Qutub, Konsep Sejarah dalam Islam, Yayasan al-Amin, Jakarta, 2001.

1 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995, hlm. 10.

2 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hlm. 20.

3 Munawar Kholil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, Bulan Bintang, Jakarta, 1969, hlm. 15.

4 Ibid.

5 Sayyid Qutub, Konsep Sejarah dalam Islam, Yayasan al-Amin, Jakarta, 2001, hlm. 18.

6 Munawwar Kholil, op.cit., hlm. 20-21.

7 Effat Syarqawi, Filsafat Kebudayaan Islam, Pustaka, Bandung, 1986, hlm. 51

8 Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas, Dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta, 1985, hlm. 35.

9 Ahmad Tafsir, op.cit., hlm. 114.

Problematika Pengajaran Sejarah dan Kebudayaan Islam

Problematika Pengajaran Sejarah dan Kebudayaan Islam

Sejarah Kebudayaan Islam merupakan pelajaran penting sebagai upaya untuk membentuk watak dan kepribadian ummat. Dengan mempelajari sejarah, generasi muda akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari perjalanan suatu tokoh atau generasi terdahulu. Dari proses itu dapat diambil banyak pelajaran, sisi-sisi mana yang perlu dikembangkan dan sisi-sisi mana yang tidak perlu dikembangkan. Keteladan dari tokoh-tokoh / pelaku sejarah inilah yang ingin ditransformasikan kepada generasi muda, disamping nilai informasi sejarah penting lainnya.

Kendatipun demikian penting materi sejarah bagi pengembangan kepribadian suatu bangsa, Namun dalam realitasnya sering kurang disadari, sehingga mata pelajaran sejarah kurang diminati. Mata pelajaran sejarah justru hanya dipandang sebagai mata pelajaran pelengkap, baik oleh siswa maupun oleh guru. Ini terbukti dengan jam pelajaran untuk Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di sekolah (baca Madrasah) hanya 1 jam pelajaran dalam seminggu. Padahal materi SKI cukup banyak.( Fatah Syukur:1999:15) Disamping masalah jam pelajaran, ada masalah-masalah lain yang berkaitan dengan metodologi pengajaran sejarah Islam, yaitu :

1.Baru menekankan pada aspek sejarah politik para elite penguasa pada zamannya. Sementara aspek sosial, aspek ekonomi, budaya dan pendidikan kurang mendapatkan porsi yang memadai.

2.Apresiasi siswa terhadap kebudayaan masih rendah. Bahkan beberapa guru sejarah Islam juga menunjukkan apresiasi yang rendah terhadap mata pelajaran ini. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya perhatian mereka terhadap pengajaran sejarah.

3. Sikap inferiority complex, perasaan rendah diri yang komplek. Sikap inferiority complex ummat Islam terhadap nilai-nilai sejarah budayanya sendiri ini merupakan bagian dari masalah dalam pengajaran sejarah. Generasi muda pada umumnya lebih bangga terhadap hasil kebudyaan Barat, sementara terhadap kebudayaan Islam sendiri, mereka merasa malu untuk mengakuinya, apalagi menirunya. Sikap inferiority complex kaum Muslimin ini juga terefleksi dalam sikap dan reaksi kaum Muslim terhadap budaya Barat;

a. Sikap kelompok Muslim yang secara total menerima dan meniru budaya Barat. Mereka menghendaki budaya Islam diganti dengan budaya Barat.

b. Sikap kelompok Muslim yang anti sama sekali, xenophobia yang berlebihan. Sehingga segala sesuatu yang datang dari Barat harus ditolak sama sekali.

c. Sikap kelompok Muslim yang realistis dan kristis dengan landasan pemikiran bahwa budaya bersifat relatif yang mengandung plus – minus. Dalam pandangan ini, maka darimanapun sebuah kebaikan, apakah dari Barat atau dari Timur, maka hal itu dapat diterima.

4.Metode yang dipergunakan oleh guru masih monoton; sejarah hanya disampaikan dengan ceramah, padahal materi sejarah Islam sudah diperoleh siswa dalam setiap jenjang pendidikan Islam dan dari informasi lain. Oleh karena itu perlu adanya metode dan media yang bervariasi, misalnya field study, study lapangan langsung, pemakaian peta, VCD dan sebagainya.( Biggs, Jhon B.Tt :2001:47)

5.Penjelasan guru atau nara sumber kurang memperhatikan aspek-aspek lain, misalnya faktor sosiologis, faktor antropologis, ekonomis, geografis dan sebagainya. Dalam menjelaskan satu materi dapat diterangkan dengan beberapa sudut pandang yang berbeda, sehingga pemahaman siswa menjadi lebih komprehensif. Materi-materi yang perlu dijelaskan secara komprehensif tersebut misalnya tentang; apa yang dimaksud dengan jahiliyah, apa yang dimaksud dengan sifat ummi pada Nabi, kenapa Islam diturunkan di Makkah, bagaimana awal mula konflik dalam Islam, bagaimana konflik yang terjadi antara Ali dan Muawiyah, Ali dengan Aisyah, Talkhah dan Zubair, bagaimana tuduhan terhadap al-Ghazali sebagai penyebab kemunduran peradaban Islam, apa arti masa keemasan Islam dan pengaruhnya terhadap renaissance di Barat.

Dari uraian ini, sangat jelas bahwa seorang guru Sejarah harus memperhatikan metode dan taktik dalam pembelajaran, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Nana Sudjana mengatakan bahwa metode pengajaran adalah taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pengajaran) agar dapat mempengaruhi para siswa ( peserta didik) mencapai tujuan pengajaran (TIK) secara lebih efektif dan efisien( Nana Sudjana: 1988: 78).